Kimia makrosiklik
menjadi suatu bidang kajian sangat banyak diminati oleh para peneliti dan telah
diakui kegunaannya dengan ditandai oleh diterimanya hadiah Nobel bidang Kimia
untuk Pedersen, Cram dan Lehn pada tahun 1987. Salah satu kelompok makrosiklik
adalah eter mahkota (Crown ether). Eter mahkota dapat digunakan sebagai
agen pengompleks suatu kation yang selektif.
Bradshaw dan Izatt
(1997) telah melakukan sintesis beberapa eter mahkota yang diarahkan pada sifat
selektivitasnya dalam mengomplekskan kation tertentu. Eter mahkota yang hanya
mengandung atom donor oksigen netral sangat baik digunakan untuk mengkompleks
kation logam alkali dan alkali tanah. Eter mahkota yang mengandung sulfur dalam
bentuk gugus sulfida cocok untuk mengkomplek ion logam yang bersifat asam lunak
seperti Hg2+, Pd2+ dan Cu2+.
Eter mahkota sebagai
pengompleks ion juga telah dimanfatkan pada teknik pemisahan menggunakan
ekstraksi fasa-padat (Solid-Phase Extractions). Sistem membran cair
mempunyai kelemahan dalam hal fungsinya sebagai pembawa ligan yaitu lambat
dilepaskan dari fasa organik ke fasa cairan. Penambahan eter mahkota pada
pengemban padatan akan memungkinkan untuk mendesain sistem yang mampu
memisahkan secara selektif dan kuantitatif suatu ion dari larutan berair (Izatt
dkk., 1990).
More dkk. (1997) telah
melakukan penelitian tentang kompleks kation-eter mahkota dalam fasa gas. Salah
satu kompleks yang dipelajari adalah K+.[12-mahkota-4] sering
dituliskan K+.[12C4]. Penggunaan dua unit eter mahkota telah digunakan
untuk mengkompleks ion logam bervalensi dua seperti Mg2+, Ca2+,
Sr2+ dan Ba2+. Penelitian ini dilakukan oleh Ushakov dkk.
(1999) dengan menggunakan senyawa yang mengandung 2 gugus fenil,
dibenzo-15-mahkota-5 (DBz15C5) yang dianalisis secara spektrofotometri.
Selain penelitian
eksperimental, perkembangan yang cepat juga terjadi pada penelitian di bidang
eter mahkota secara teoritis dengan
menggunakan pendekatan kimia komputasi. Yeh dan Su (1998) melakukan perhitungan
ab initio terhadap kompleks Na+.[12C4] dan langsung
membandingkan data teoritis tersebut dengan data fotoionisasi. Mikrosolvasi
beberapa kompleks kation bervalensi satu dari logam alkali dengan 18-mahkota-6
juga secara intensif diteliti oleh Feller (1997). Feller mempertimbangkan
adanya molekul air yang mensolvasi kation dalam proses terjadinya kompleks
kation-eter mahkota. Selektivitas eter mahkota dalam mengkompleks suatu kation
ditentukan juga oleh kemudahan kation melepaskan molekul air yang
menghidrasinya.
Metode kimia komputasi yang digunakan
dalam menganalisis sifat eter mahkota sebagai pengompleks ion tidak hanya
metode ab initio saja. Hal ini disebabkan karena pada umumnya eter
mahkota terdiri dari banyak atom yang memungkinkan waktu operasi yang lama jika
digunakan metode ab initio. Anderson dkk. (1997) telah menggunakan
beberapa metode mekanika molekular dan semiempiris untuk menentukan konformasi
yang stabil pada senyawa 9C3. Nicholas dan Hay (1999) melakukan kajian teoritis
dengan menggunakan metode ab initio terhadap ikatan antara ion logam
alkali dengan anisol. Anisol ini digunakan sebagai model untuk senyawa eter
mahkota kaliksarena dan sferand.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi struktur molekul beberapa eter mahkota dan selektivitas
eter mahkota sebagai pereaksi pengompleks ion Na+ secara teoritis
dengan menggunakan metode perhitungan kimia komputasi pada level semiempiris
MNDO (Modified Neglect Differential Overlap/d). Solvasi mikro
terhadap kompleks kation-eter mahkota juga akan dikaji.
METODOLOGI
Semua perhitungan
teoritis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program HyperChem 7
dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:
a. Optimasi struktur eter mahkota 15-mahkota-5 dan
turunan benzo-15-mahkota-5 dengan metode semiempiris MNDO/d.
b. Optimasi struktur kompleks kation-eter mahkota
dengan metode semiempiris MNDO/d.
c. Penentuan selektivitas eter mahkota terhadap
kation logam alkali. Analisis tentang panjang ikatan, sudut ikatan, sudut
dihedral dan besaran termokimia dilakukan dengan membandingkan data
eksperimental dengan data perhitungan kimia komputasi. Selektivitas dari eter
mahkota dalam mengkompleks kation akan ditandai dengan tercapainya suatu
konformasi yang memungkinkan kation berada ditengah-tengah kavitas eter
mahkota.
d. Menentukan
energi interaksi kation dengan eter mahkota dengan persamaan :
e. Solvasi-mikro kompleks kation-eter mahkota
dilakukan dengan menambahkan 2 molekul air terhadap kompleks kation-eter
mahkota. Masing-masing molekul air terikat di bagian atas dan bawah pada kation
yang berada di tengah kavitas eter mahkota. Dilakukan optimasi terhadap
kompleks solvasi mikro kation-eter mahkota dengan metode semiempiris MNDO/d.
Energi interaksi kation dalam sistem mikro solvasi ditentukan dengan rumusan:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Makrosiklik
yang relatif kecil yang mengandung oksigen seperti eter mahkota dan makrosiklik
yang mengandung heteroatom lain seperti nitrogen dan belerang kemungkinan dapat
digunakan sebagai pengikat kation secara selektif. Bergantung pada target yang
diinginkan, selektivitas untuk kation logam tertentu dapat diperoleh dengan
memanipulasi beberapa faktor seperti ukuran kavitas senyawa makromolekul, pemilihan
heteroatom dan penataan heteroatom relatif terhadap atom karbon dalam setiap
cincin makrosiklis (Oberhammer, 1998). Pada penelitian ini yang menjadi
perhatian adalah selektivitas dari
beberapa eter mahkota Bz15C5 tersubstitusi terhadap ion Na+. Sebagai
pembanding dilakukan analisis terhadap kompleks Li+.[Bz15C5] dan Zn2+.[Bz15C5].
Penentuan selektivitas eter mahkota terhadap ion bergantung pada faktor
besarnya kavitas dari eter mahkota dan energi interaksi antara ion dan eter
mahkota. Hasil penelitian tentang
kemampuan eter mahkota sebagai pengompleks ion menunjukkan bahwa ada korelasi
antara radius kavitas eter mahkota dengan jari-jari kation untuk logam alkali
dan alkali tanah (Lamb dkk., 1979).
Metode yang
digunakan dalam menentukan kesesuaian antara ukuran ion dengan kavitas eter
mahkota adalah metode semiempiris MNDO/d. Metode ini dipilih atas dasar
kemampuannya dalam menghitung energi interaksi antara suatu senyawa organik
dengan spesies berbentuk ion (Ford dan Wang, 1993). Kesesuaian hasil perhitungan
dengan data eksperimen seperti parameter panjang ikatan, muatan bersih atom dan
energi pembentukan merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas
dari metode teoritis yang digunakan.
Untuk
mendapatkan konformasi yang paling stabil dari struktur suatu senyawa, harus
dilakukan langkah optimasi dengan menggunakan metode yang sesuai (Baker, 1993).
Langkah optimasi dilakukan dengan meletakkan kation di tengah-tengah kavitas
eter mahkota. Ikatan antar atom dalam eter mahkota akan berubah selama terjadinya
optimasi. Struktur kompleks kation-eter mahkota disajikan pada gambar 1.
a b
c d
Gambar 1
Struktur kompleks hasil optimasi
dengan metode semiempiris MNDO/d untuk a. 15C5, b. Na+-[15C5], c. Li+-[15C5],
dan d. Zn2+-[15C5]
Konformasi 15C5
sebelum berikatan dengan kation (gambar 1a) menunjukkan bahwa ke lima atom
oksigen eter mahkota tidak berada pada satu bidang. Konformasi eter mahkota
akan mengalami penyesuaian sesuai dengan jejari kation yang diikatnya.
Berdasarkan percobaan eksperimental (Bradshaw dan Izatt, 1997), jejari ion Na+
bersesuaian untuk 15C5 dan hasil perhitungan teoritis menunjukkan hal tersebut
(gambar 1b). Jika digunakan ion dengan ukuran yang lebih kecil seperti Li+
(jejari ion 1,2 Å) dan Zn2+ (jejari ion 1,0 Å) secara visual dapat
diamati bahwa ion tersebut tidak menempati kavitas secara simetris (gambar 1c)
atau eter mahkota harus mengubah konformasinya sedemikian hingga mengorbankan
kesimetrisan struktur (gambar 1d).
Untuk menentukan energi interaksi
antara ion Na+ dengan eter mahkota dilakukan perhitungan dengan
persamaan (1). Hasil perhitungan disajikan pada gambar 2.
Gambar 2
Energi interaksi (kkal mol-1) dari Na+ dengan eter
mahkota
Energi
interaksi dimaksudkan sebagai energi ikat antara eter mahkota dengan ion Na+.
Semakin kuat ikatan yang terbentuk, semakin negatif harga energi interaksi.
Dari gambar 2 terlihat bahwa energi interaksi terbesar dicapai oleh kompleks Na+.[15C5]
dengan harga –311,5522 kkal mol-1, sementara kompleks Na+.[Bz15C5] mempunyai energi interaksi
–307,2734 kkal mol-1. Kehadiran gugus fenil yang terikat pada 15C5
ternyata menyebabkan hilangnya kesimetrisan geometri eter mahkota, terlihat
dari perubahan momen dipol dari 0,094 D
untuk kompleks Na+.[15C5]
menjadi 3,27 D untuk kompleks Na+.[Bz15C5].
Hal inilah yang diduga menyebabkan penurunan energi interaksi Bz15C5 terhadap
Na+.
Jika energi
interaksi kompleks Na+.[Bz15C5]
dijadikan acuan, maka terlihat bahwa penambahan substituen gugus fenil yang
bersifat pemberi elektron (-OCH3, -OH dan -CH3) akan meningkatkan kekuatan ikatan antara
kation dengan eter mahkota. Gugus pemberi elektron akan menaikkan kepadatan
elektron pada atom oksigen eter mahkota sehingga meningkatkan kemampuan eter
mahkota dalam mengikat kation. Hal ini diperkuat dengan menurunnya energi
interaksi eter mahkota terhadap kation jika substituen gugus fenil bersifat
penarik elektron (-CH=CHCOOH, -CHO dan -COOH).
Gambar 3 Jarak
Na-O (Å) eter mahkota dalam kompleks Na+.[15C5]
dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi
Untuk
melihat perubahan konformasi dari turunan Bz15C5 dalam mengompleks Na+,
ditinjau jarak antara Na+ dengan setiap atom oksigen dari eter
mahkota pada kompleks yang terbentuk. Dari gambar 2 terlihat bahwa kesimetrisan
struktur kompleks Na+.[15C5] yang terbentuk juga tercermin pada 5
jenis jarak Na-O yang hampir sama. Untuk kompleks Na+.[Bz15C5] dan
turunannya hampir dapat dipastikan ada dua buah jarak Na-O yang lebih panjang
dari ketiga jenis yang lain. Dua jarak Na-O yang panjang ini terjadi pada atom
O yang terikat gugus etilena 15C5 yang mengikat gugus fenil. Hal ini dapat
dipahami karena gugus fenil bersifat kaku/rigid karena berusaha untuk
mempertahankan keplanaran dari ke enam atom karbon fenil yang bersifat
aromatis.
Gambar 4 Muatan bersih atom Na dalam kompleks Na+.[15C5]
dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi
Sebelum dilakukan optimasi terhadap
kompleks Na+.[15C5] dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi, Na
diatur agar mempunyai muatan +1. Setelah dilakukan optimasi terhadap kompleks,
ternyata didapatkan fakta bahwa muatan Na+ mengalami penurunan
sampai pada seperempat dari muatan awalnya (gambar 4). Hal ini menunjukkan
bahwa interaksi antara eter mahkota dengan kation Na+ bukan hanya disebabkan
oleh interaksi Coulombik saja tetapi kemungkinan juga terjadi ikatan van der
Waals yang menyebabkan pergeseran muatan negatif dari atom oksigen eter mahkota
ke arah Na+.
Salah satu upaya untuk memperbaiki
pemodelan interaksi kation dengan eter mahkota adalah dengan memasukkan
pengaruh pelarut. Pada umumnya eter mahkota berada pada campuran pelarut yang
berbeda kepolarannya. Hal ini terutama dilakukan pada pemanfaatan eter mahkota
sebagai katalis transfer fasa yang sering kali melibatkan air sebagai salah
satu pelarutnya. Pengaruh pelarut terhadap kemampuan eter mahkota dalam
mengikat kation seharusnya dilakukan dengan simulasi, karena harus melibatkan
jumlah pelarut yang cukup banyak, biasanya lebih dari 200 molekul pelarut. Hal
ini tidak dapat dilakukan dengan perhitungan langsung dengan menggunakan metode
semiempiris. Teknik simulasi –seperti Monte Carlo atau dinamika molekul- baru
dapat dilakukan setelah kita mempunyai model matematika yang menggambarkan
semua interaksi antar spesies dalam sistem tersebut, yaitu eter
mahkota-pelarut, eter mahkota-ion, dan antar pelarut (Golebiouski, 2001). Untuk
mengatasi hal ini, dapat dilakukan pemodelan dengan hanya melibatkan dua
molekul air yang terikat langsung pada kation yang telah berada di dalam kavitas
eter mahkota, yang diberikan istilah solvasi-mikro (microsolvation)
(Feller, 1997).
a b
c d
Gambar 5 Struktur solvasi-mikro kompleks
a. Na+-[15C5] dilihat dari samping, b. Na+-[15C5]
dilihat dari atas, c. Na+-[Bz15C5] dilihat dari samping, d. Na+-[Bz15C5]
dilihat dari atas
Tongraar dkk. (1998) dengan menggunakan teknik
simulasi QM/MM (quantum mechanics/molecular mechanics) molekular
dinamika mendapatkan fakta bahwa K+ lebih mudah melepaskan molekul
amoniak pensolvasinya dibandingkan dengan Na+. Hal ini dijadikan
dasar pemikiran dari pemodelan ini bahwah kation harus dapat melepaskan sistem
solvasi pelarut sebelum masuk ke dalam kavitas eter mahkota. Hal ini dapat
dipahami karena rerata jarak antara kation dengan molekul pelarut dalam sistem
solvasi sebesar 2 Å sehingga akan membutuhkan kavitas eter mahkota yang sangat
besar jika semua molekul pelarut pensolvasi katon ikut serta dalam kompleks
eter makota-kation.
Gambar
5 menunjukkan contoh dari solvasi-mikro kompleks Na+.[Bz15C5]. Dua
molekul air diikatkan langsung pada ion yang berada di kavitas eter mahkota.
Setelah optimasi, didapatkan bahwa posisi dua molekul air tersebut saling
bersilang jika dilihat dari geometri atom-atom hidrogennya. Hal ini dapat
dianalogkan dengan konformasi bersilang pada senyawa hidrokarbon pada umumnya.
Gambar 6 Jarak
antara Na+ dengan atom O dari molekul H2O dalam
solvasi-mikro Na+.[Bz15C5]
Dari gambar 6 dapat
dilihat adanya perbedaan jarak antara Na-O untuk dua molekul air dengan beberapa
variasi substituen Bz15C5. Perbedaan ini kemungkinan akibat adanya kemeruahan
substituen yang terikat pada gugus fenil sehingga tidak memungkinkan dua
molekul air berada pada jarak yang sama ke Na+ (gambar 5c). Hanya
untuk 15C5 saja Na-O mempunyai jarak yang sama untuk kedua molekul air. Hal ini
menunjukkan kesimetrisan yang tinggi dari kompleks Na+.[Bz15C5].2H2O
yang ditandai dengan momen dipol sebesar 0,1 D. Jarak antara ion Na+
dengan atom oksigen dari molekul air pada kristal eter mahkota adalah sekitar
2,3 Å (Golberg, 1989). Data yang diperoleh dari hasil perhitungan kimia
komputasi dengan metode MNDO/d ini juga memberikan hasil yang hampir sama,
yaitu rata-rata 2,349 Å. Jika dibandingkan data pada gambar 7, terlihat bahwa
jarak Na+-OBz15C5 (rerata = 2,279 Å) lebih pendek
daripada jarak Na+-OH2O. Menurut Feller (1997) dengan
semakin dekatnya molekul air terhadap kation, kompleks eter mahkota akan dapat
memaksimalkan daya tarik elektrostatik tanpa harus mengubah konformasi
geometrinya.
Gambar 7 Rerata jarak Na-O (Å) eter mahkota dalam kompleks Na+.[Bz15C5]
dan Na+.[Bz15C5].2H2O
Rerata
jarak Na-O eter mahkota dapat digunakan sebagai ukuran besarnya kavitas eter
mahkota. Gambar 7 memberikan infomasi bahwa penambahan molekul air akan
menambah besarnya kavitas eter mahkota rata-rata sebesar 0,07 Å.
Kecilnya perubahan kavitas ini berkait dengan kesesuaian antara kavitas eter
mahkota dengan jejari ion Na+, sehingga penambahan 2 molekul air
tidak banyak mempengaruhi geometri eter mahkota. Jika digunakan eter mahkota
DBz18C6 (dibenzo-18C6) untuk mengikat Na+, jejari kavitas eter
mahkota yang ditambahkan 2 molekul air sekitar 2,60Å, sedangkan yang tidak
ditambahkan molekul air sekitar 2,34 Å, jadi berbeda 0,26 Å. Hal ini disebabkan
oleh besarnya kavitas DBz18C6 relatif terhadap ion jejari Na+. Dari
data eksperimental kristal kompleks eter 15C5 dengan natrium tiosianat
diketahui bahwa jarak antara ion Na+ dengan oksigen pada eter
mahkota berkisar antara 2,30 – 2,42 Å (Golberg, 1989). Kompleks eter mahkota
dengan adanya penambahan molekul air memberikan hasil yang lebih mendekati data
eksperimen.
Gambar 8 Muatan bersih Na dalam kompleks Na+.[Bz15C5]
dan Na+.[Bz15C5].2H2O
Molekul air
mengandung atom oksigen yang mempunyai keelektronegatifan yang cukup besar,
begitu juga dengan atom oksigen yang terdapat pada molekul Bz15C5. Muatan positif dari ion Na+ akan semakin
berkurang (gambar 8) jika kompleks Na+.[Bz15C5]
ditambahkan 2 molekul air sebagai model solvasi-mikro. Hal ini menunjukkan
bahwa interaksi antara kation dengan eter mahkota tidak hanya didominasi oleh
ikatan Coulombik semata, tetapi juga oleh interaksi van der Waals termasuk di
dalamnya dipol terinduksi.
KESIMPULAN
1.
Substituen yang terikat pada cincin aromatis molekul eter
Bz15C5 dapat mempengaruhi selektivitas molekul tersebut dalam mengikat kation
logam Na+. Substituen yang mengandung gugus pemberi elektron akan
meningkatkan energi interaksi eter mahkota dengan Na+ dan sebaliknya.
2. Dua molekul air
yang terikat pada kation logam di bagian atas dan di bagian bawah kompleks Na+-eter
Bz15C5 tersubstitusi dapat memodelkan konformasi kompleks kation-eter mahkota
menjadi lebih baik yang ditunjukkan oleh besarnya jari-jari kavitas eter
mahkota yang relatif sama dengan jari-jari kavitas yang diperoleh secara
eksperimen.
Sumber :
Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si (Kimia Komputasi)
Anderson, W. P., Behm, Jr. P., Glennon, T. M.,
Zerner, M. C., 1997, Quantum Mechanics and Molecular Mechanics Studies
of the Low-Energy Conformations of 9-Crown-3, J. Phys. Chem. A., 101,
1920-1926.
Baker, J., 1993,
Techniques for Geometry Optimization: A Comparison of Cartesian and Natural
Internal Coordinates, J. Comp. Chem.,
14, 1085.
Bradshaw, J. S., Izatt R. M., 1997, Crown
Ethers: The search for Selective Ion Ligating Agents, Acc. Chem. Res.,
30, 338-345.
Feller, D., 1997, Ab initio Study of M+:
18-Crown-6 Microsolvation, J. Phys. Chem. A., 1001, 2723-2731.
Ford, G. P., Wang, B., 1993, New Approach to the Rapid Semiempirical Calculation of
Molecular Electrostatic Potentials Based on the AM1 Wave Function: Comparison
with Ab Initio HF/6-31G* Results, J.
Comp. Chem., 14, 1101.
Golebiouski J., Lamore V., Martin-Costa M. T. C.,
Millot C., Ruiz-Lopez, M. F., 2001, Role of Electronic Polarization on the
Liquid Phase Affinity of Calixarene-Crown-Ethers toward Alkali Cations, Chem.
Phys., 272, 47.
Izatt, R. M., Bruening, R. L., Tarbet, B. J.,
Griffin, L. D., Bruening, M. L., Krakowiak, K. E., Bradshaw, J. S., 1990,
Pure Appl. Chem., 62, 1115-1118.
Lamb, J. D., Izatt, R. M., Christensen, J. J.,
Eatough, D. J., 1979, Coordination Chemistry of Macrocyclic Compounds,
Plenum, New York.
Mao, W., Li Q., Kong, F., Huang, M., 1998, Ab initio Calculations of the
Electronic States of Acetyl Radical, Chem.
Phys. Lett., 283, 114.