Rabu, 28 Desember 2011

Pemodelan Molekul Dasar Zeolit Menggunakan Metode Mekanika Molekuler


PENDAHULUAN

Pemanfaatan komputer dalam pemodelan molekul dasar zeolit merupakan bidang kajian yang masih potensial. Dengan menggunakan metode kimia komputasi dapat dibuat suatu model molekul yang dapat dimodifikasi serta dianalisis. Melalui metode ini diharapkan waktu analisis dalam penelitian menjadi lebih singkat dengan biaya yang yang lebih murah.
Salahsatu metode kimia komputasi yang digunakan dalam pemodelan molekul adalah mekanika molekuler. Untuk penelitian yang bersifat kualitatif, metode mekanika molekuler ini merupakan metode yang cukup populer digunakan saat ini. Perhitungan-perhitungan dalam mekanika molekuler dilakukan berdasarkan pendekatan Born-Oppenheimer yang menyatakan bahwa gerakan elektron dan inti dapat dipisah satu dengan yang lainnya. Gerak elektronik dalam suatu molekul diabaikan dan interaksi yang diperhitungkan sebagai fungsi posisi inti atom saja (Leach,1996). Dalam perkembangannya, mekanika molekuler dapat diterapkan pada banyak penyelesaian persoalan di bidang kimia, seperti: struktur dan energi konformasi molekul organik, permukaan katalis dan ikatan hidrogen.
Pemodelan molekul dasar zeolit adalah suatu contoh penerapan metode mekanika molekuler dalam penelitian kimia katalis. Data eksperimen yang digunakan dalam pemodelan molekul dasar zeolit adalah rumus molekul, bentuk geometri, rasio Si/Al dari molekul dasar zeolit seperti faujasit, sodalit, kabasit, dll. Beberapa literatur kimia telah banyak membahas data tersebut dari berbagai tinjauan, baik aspek termodinamika, sintesa dan pemanfaatannya. Pemodelan molekul zeolit memberikan keuntungan tersendiri. Pertama, metode komputasi memungkinkan untuk membangun struktur hipotetik zeolit maupun struktur zeolit yang baru, mempelajari stabilitas dan sifat-sifat strukturnya. Kedua, kemampuan metode komputasi untuk mengembangkan teknik  memprediksi struktur zeolit berdasarkan data eksperimen yang sedikit. Melalui model molekul dapat dipelajari sifat-sifat zeolit, misalnya mengenai pengaruh rasio Si/Al dan template organik terhadap diameter rongga dalam struktur zeolit. Pengamatan terhadap diameter rongga  suatu struktur dasar zeolit  menjadi penting dilakukan karena reaksi katalisis maupun pertukaran ion terjadi di dalam rongga tersebut.

STRUKTUR DASAR ZEOLIT
Struktur dasar zeolit merupakan tetrahedral berupa atom Si atau Al dengan empat atom oksigen di sekeliling pusat tetrahedral berupa atom Si atau Al dengan empat atom oksigen di sekeliling pusat tetrahedral. Jarak antara pusat tetrahedral dengan atom oksigen mendekati 0.162 nm untuk tetrahedral silika dan mendekati 0.174 nm untuk tetrahedral alumina. Rasio Si/Al di dalam zeolit alam berkisar antara 1 sampai 6. Rasio satu ditentukan berdasarkan aturan Lowenstein yaitu tetrahedral AlO4 tidak dibenarkan berikatan dengan tetrahedral AlO4 lainnya melalui atom oksigen, sehingga didapatkan rasio Si/Al =1
Struktur zeolit menurut Meier dan Olson (Tsitsishvili et al, 1992)
1.     Unit pembangun primer merupakan unit terkecil dari kerangka zeolit yang terdiri dari beberapa tetrahedral TO. Tetrahedral-tetrahedral ini bergabung satu samalain melalui atom oksigen membentuk kerangka tiga dimensi
2.     Unit pembangun sekunder (UPS) merupakan gabungan dari dua, tiga atau lebih tetrahedral untuk membentuk lapisan tunggal atau rantai cincin. Beberapa unit pembangun sekunder diantaranya S4R (single four ring), S6R (single six ring), S8R (single eight ring) dan S5R (single five ring).
3.     Polihedral meriupakan gabungan beberapa unit pembnagun sekunder. Selanjutnya unit pembangun sekunder akan membentuk polihedral-polihedral yang besar sebagai kristal zeolit.

PEMODELAN MOLEKULER

Pemodelan molekuler merupakan suatu cara untuk menggambarkan atau menampilkan perilaku molekul atau sistem semirip dengan aslinya. Definisi lainnya menyatakan bhwa pemodelan molekuler merupakan deskripsi, representasi molekul dalam bentuk tiga dimensi dan terkait dengan sifat-sifat fisikokimia (Boyd, 1990). Pemodelan molekuler menggunakan metode-metode mekanika kuantum, mekanika molekuler, minimisasi, simulasi, analisis konformasi serta beberapa metode kimia komputasi lain yang memprediksikan perilaku molekul. Model yang umum dikenal ada dua yaitu:
1.     Model molekul dalam bentuk 'stick' yang dibuat oleh Dreiding.
2.     Model molekul berupa 'space filling' yang dibuat oleh Corey, Pauling dan Koltun. Model ini sering disebut sebagai model CPK.

KANAL

Salahsatu ciri zeolit yang membedakannya dengan katalis lain adalah mineral dengan kerangka berpori dan memiliki kanal di dalam strukturnya. Untuk zeolit sebagai katalis dan adsorben, dimensi dan likasi kanal merupakan hal yang penting. Melalui kanal tersebut molekul-molekul reaktan berdifusi dan mengadakan reaksi. Kana-kanal dalam struktur zeolit terbentuk berdasarkan pola rongga yang simetri. Nentuk kanal dan ukuran diameter kanal ditentukan oleh bentuk dan diameter rongga.

PEMODELAN MOLEKUL DASAR ZEOLIT
Pemodelan molekul dasar zeolit Umumnya dilakukan melalui tahap-tahap sbb:
1.     Pembuatan struktur molekul dari struktur dasar satu unti sel yang merupakan gabungan dari sangkar-sangkar penyusunnya secara manual.
2.     Model build pada struktur dilakukan tanpa penambahan hidrogen.
3.     Optimisasi geometri menggunakan metode yang MM. Visualisasi struktur disimpan sebagai file.hin, sedangkan hasil penelitiannya dalam file.log. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk geometri yang stabil, ditunjukkan oleh harga energi potensial yang minimum.

PEMODELAN DENGAN VARIASI Si/Al

Suatu tahap dalam pemodelan struktur dasar zeolit yang berguna untuk mengetahui pegaruh substitusi Al pada struktur zeolit adalah variasi Si/Al. Variasi Si/Al dilakukan dengan mengganti atom Si dengan atom Al pada struktur kemudian geometrinya dioptimisasi kembali dengan metode yang sama. Kajian tentang variasi Si/Al akan memberikan informasi tentang perubahan ukuran diameter rongga ataupun window

PEMODELAN DENGAN PENAMBAHAN TEMPLATE ORGANIK
Umumnya penambahan template organik dilakukan untuk memperbesar diameter rongga. Pemilihan jenis dan ukuran template sangat penting disesuaikan  dengan window dimana template dapat masuk. Struktur dengan tambahan template dioptimisasi geometrinya, selanjutnya pengukuran perubahan diameter rongga dan window dapat dilakukan. 

Sumber :
                               Dr. Bambang Setiaji dan Stalis Norma Ethica, S.Si.
                     Pusat Kimia Komputasi Indonesia Austria, FMIPA UGM Yogyakarta

Pemodelan Interaksi Na+ - Benzo-15-Crown-5 Berdasar Metode Semiempiris MNDO/D


Kimia makrosiklik menjadi suatu bidang kajian sangat banyak diminati oleh para peneliti dan telah diakui kegunaannya dengan ditandai oleh diterimanya hadiah Nobel bidang Kimia untuk Pedersen, Cram dan Lehn pada tahun 1987. Salah satu kelompok makrosiklik adalah eter mahkota (Crown ether). Eter mahkota dapat digunakan sebagai agen pengompleks suatu kation yang selektif.
Bradshaw dan Izatt (1997) telah melakukan sintesis beberapa eter mahkota yang diarahkan pada sifat selektivitasnya dalam mengomplekskan kation tertentu. Eter mahkota yang hanya mengandung atom donor oksigen netral sangat baik digunakan untuk mengkompleks kation logam alkali dan alkali tanah. Eter mahkota yang mengandung sulfur dalam bentuk gugus sulfida cocok untuk mengkomplek ion logam yang bersifat asam lunak seperti Hg2+, Pd2+ dan Cu2+.
Eter mahkota sebagai pengompleks ion juga telah dimanfatkan pada teknik pemisahan menggunakan ekstraksi fasa-padat (Solid-Phase Extractions). Sistem membran cair mempunyai kelemahan dalam hal fungsinya sebagai pembawa ligan yaitu lambat dilepaskan dari fasa organik ke fasa cairan. Penambahan eter mahkota pada pengemban padatan akan memungkinkan untuk mendesain sistem yang mampu memisahkan secara selektif dan kuantitatif suatu ion dari larutan berair (Izatt dkk., 1990).
More dkk. (1997) telah melakukan penelitian tentang kompleks kation-eter mahkota dalam fasa gas. Salah satu kompleks yang dipelajari adalah K+.[12-mahkota-4] sering dituliskan K+.[12C4]. Penggunaan dua unit eter mahkota telah digunakan untuk mengkompleks ion logam bervalensi dua seperti Mg2+, Ca2+, Sr2+ dan Ba2+. Penelitian ini dilakukan oleh Ushakov dkk. (1999) dengan menggunakan senyawa yang mengandung 2 gugus fenil, dibenzo-15-mahkota-5 (DBz15C5) yang dianalisis secara spektrofotometri.
Selain penelitian eksperimental, perkembangan yang cepat juga terjadi pada penelitian di bidang eter mahkota secara  teoritis dengan menggunakan pendekatan kimia komputasi. Yeh dan Su (1998) melakukan perhitungan ab initio terhadap kompleks Na+.[12C4] dan langsung membandingkan data teoritis tersebut dengan data fotoionisasi. Mikrosolvasi beberapa kompleks kation bervalensi satu dari logam alkali dengan 18-mahkota-6 juga secara intensif diteliti oleh Feller (1997). Feller mempertimbangkan adanya molekul air yang mensolvasi kation dalam proses terjadinya kompleks kation-eter mahkota. Selektivitas eter mahkota dalam mengkompleks suatu kation ditentukan juga oleh kemudahan kation melepaskan molekul air yang menghidrasinya.
Metode kimia komputasi yang digunakan dalam menganalisis sifat eter mahkota sebagai pengompleks ion tidak hanya metode ab initio saja. Hal ini disebabkan karena pada umumnya eter mahkota terdiri dari banyak atom yang memungkinkan waktu operasi yang lama jika digunakan metode ab initio. Anderson dkk. (1997) telah menggunakan beberapa metode mekanika molekular dan semiempiris untuk menentukan konformasi yang stabil pada senyawa 9C3. Nicholas dan Hay (1999) melakukan kajian teoritis dengan menggunakan metode ab initio terhadap ikatan antara ion logam alkali dengan anisol. Anisol ini digunakan sebagai model untuk senyawa eter mahkota kaliksarena dan sferand.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi struktur molekul beberapa eter mahkota dan selektivitas eter mahkota sebagai pereaksi pengompleks ion Na+ secara teoritis dengan menggunakan metode perhitungan kimia komputasi pada level semiempiris MNDO (Modified Neglect Differential Overlap/d). Solvasi mikro terhadap kompleks kation-eter mahkota juga akan dikaji.


METODOLOGI

Semua perhitungan teoritis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program HyperChem 7 dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:
a.    Optimasi struktur eter mahkota 15-mahkota-5 dan turunan benzo-15-mahkota-5 dengan metode semiempiris MNDO/d.

 
 
  






b.    Optimasi struktur kompleks kation-eter mahkota dengan metode semiempiris MNDO/d.
c.    Penentuan selektivitas eter mahkota terhadap kation logam alkali. Analisis tentang panjang ikatan, sudut ikatan, sudut dihedral dan besaran termokimia dilakukan dengan membandingkan data eksperimental dengan data perhitungan kimia komputasi. Selektivitas dari eter mahkota dalam mengkompleks kation akan ditandai dengan tercapainya suatu konformasi yang memungkinkan kation berada ditengah-tengah kavitas eter mahkota.
d. Menentukan energi interaksi kation dengan eter mahkota dengan persamaan :

 

e.    Solvasi-mikro kompleks kation-eter mahkota dilakukan dengan menambahkan 2 molekul air terhadap kompleks kation-eter mahkota. Masing-masing molekul air terikat di bagian atas dan bawah pada kation yang berada di tengah kavitas eter mahkota. Dilakukan optimasi terhadap kompleks solvasi mikro kation-eter mahkota dengan metode semiempiris MNDO/d. Energi interaksi kation dalam sistem mikro solvasi ditentukan dengan rumusan:


 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Makrosiklik yang relatif kecil yang mengandung oksigen seperti eter mahkota dan makrosiklik yang mengandung heteroatom lain seperti nitrogen dan belerang kemungkinan dapat digunakan sebagai pengikat kation secara selektif. Bergantung pada target yang diinginkan, selektivitas untuk kation logam tertentu dapat diperoleh dengan memanipulasi beberapa faktor seperti ukuran kavitas senyawa makromolekul, pemilihan heteroatom dan penataan heteroatom relatif terhadap atom karbon dalam setiap cincin makrosiklis (Oberhammer, 1998). Pada penelitian ini yang menjadi perhatian adalah selektivitas  dari beberapa eter mahkota Bz15C5 tersubstitusi terhadap ion Na+. Sebagai pembanding dilakukan analisis terhadap kompleks Li+.[Bz15C5] dan Zn2+.[Bz15C5]. Penentuan selektivitas eter mahkota terhadap ion bergantung pada faktor besarnya kavitas dari eter mahkota dan energi interaksi antara ion dan eter mahkota. Hasil penelitian tentang kemampuan eter mahkota sebagai pengompleks ion menunjukkan bahwa ada korelasi antara radius kavitas eter mahkota dengan jari-jari kation untuk logam alkali dan alkali tanah (Lamb dkk., 1979).
Metode yang digunakan dalam menentukan kesesuaian antara ukuran ion dengan kavitas eter mahkota adalah metode semiempiris MNDO/d. Metode ini dipilih atas dasar kemampuannya dalam menghitung energi interaksi antara suatu senyawa organik dengan spesies berbentuk ion (Ford dan Wang, 1993). Kesesuaian hasil perhitungan dengan data eksperimen seperti parameter panjang ikatan, muatan bersih atom dan energi pembentukan merupakan salah satu parameter untuk menentukan kualitas dari metode teoritis yang digunakan.
Untuk mendapatkan konformasi yang paling stabil dari struktur suatu senyawa, harus dilakukan langkah optimasi dengan menggunakan metode yang sesuai (Baker, 1993). Langkah optimasi dilakukan dengan meletakkan kation di tengah-tengah kavitas eter mahkota. Ikatan antar atom dalam eter mahkota akan berubah selama terjadinya optimasi. Struktur kompleks kation-eter mahkota disajikan pada gambar 1.

                               a                                     b
                              c                                        d

Gambar 1  Struktur kompleks  hasil optimasi dengan metode semiempiris MNDO/d untuk a. 15C5, b. Na+-[15C5], c. Li+-[15C5], dan d. Zn2+-[15C5]

Konformasi 15C5 sebelum berikatan dengan kation (gambar 1a) menunjukkan bahwa ke lima atom oksigen eter mahkota tidak berada pada satu bidang. Konformasi eter mahkota akan mengalami penyesuaian sesuai dengan jejari kation yang diikatnya. Berdasarkan percobaan eksperimental (Bradshaw dan Izatt, 1997), jejari ion Na+ bersesuaian untuk 15C5 dan hasil perhitungan teoritis menunjukkan hal tersebut (gambar 1b). Jika digunakan ion dengan ukuran yang lebih kecil seperti Li+ (jejari ion 1,2 Å) dan Zn2+ (jejari ion 1,0 Å) secara visual dapat diamati bahwa ion tersebut tidak menempati kavitas secara simetris (gambar 1c) atau eter mahkota harus mengubah konformasinya sedemikian hingga mengorbankan kesimetrisan struktur (gambar 1d).
          Untuk menentukan energi interaksi antara ion Na+ dengan eter mahkota dilakukan perhitungan dengan persamaan (1). Hasil perhitungan disajikan pada gambar 2.

Gambar 2   Energi interaksi (kkal mol-1) dari Na+ dengan eter mahkota

Energi interaksi dimaksudkan sebagai energi ikat antara eter mahkota dengan ion Na+. Semakin kuat ikatan yang terbentuk, semakin negatif harga energi interaksi. Dari gambar 2 terlihat bahwa energi interaksi terbesar dicapai oleh kompleks Na+.[15C5] dengan harga –311,5522 kkal mol-1, sementara kompleks Na+.[Bz15C5] mempunyai energi interaksi –307,2734 kkal mol-1. Kehadiran gugus fenil yang terikat pada 15C5 ternyata menyebabkan hilangnya kesimetrisan geometri eter mahkota, terlihat dari  perubahan momen dipol dari 0,094 D untuk kompleks Na+.[15C5] menjadi 3,27 D untuk kompleks Na+.[Bz15C5]. Hal inilah yang diduga menyebabkan penurunan energi interaksi Bz15C5 terhadap Na+.
Jika energi interaksi kompleks Na+.[Bz15C5] dijadikan acuan, maka terlihat bahwa penambahan substituen gugus fenil yang bersifat pemberi elektron (-OCH3, -OH dan -CH3)  akan meningkatkan kekuatan ikatan antara kation dengan eter mahkota. Gugus pemberi elektron akan menaikkan kepadatan elektron pada atom oksigen eter mahkota sehingga meningkatkan kemampuan eter mahkota dalam mengikat kation. Hal ini diperkuat dengan menurunnya energi interaksi eter mahkota terhadap kation jika substituen gugus fenil bersifat penarik elektron (-CH=CHCOOH, -CHO dan -COOH).
 
Gambar 3 Jarak Na-O (Å)  eter mahkota dalam kompleks Na+.[15C5] dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi

Untuk melihat perubahan konformasi dari turunan Bz15C5 dalam mengompleks Na+, ditinjau jarak antara Na+ dengan setiap atom oksigen dari eter mahkota pada kompleks yang terbentuk. Dari gambar 2 terlihat bahwa kesimetrisan struktur kompleks Na+.[15C5] yang terbentuk juga tercermin pada 5 jenis jarak Na-O yang hampir sama. Untuk kompleks Na+.[Bz15C5] dan turunannya hampir dapat dipastikan ada dua buah jarak Na-O yang lebih panjang dari ketiga jenis yang lain. Dua jarak Na-O yang panjang ini terjadi pada atom O yang terikat gugus etilena 15C5 yang mengikat gugus fenil. Hal ini dapat dipahami karena gugus fenil bersifat kaku/rigid karena berusaha untuk mempertahankan keplanaran dari ke enam atom karbon fenil yang bersifat aromatis. 
 
Gambar 4    Muatan bersih atom Na dalam kompleks Na+.[15C5] dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi
           
          Sebelum dilakukan optimasi terhadap kompleks Na+.[15C5] dan Na+.[Bz15C5] tersubstitusi, Na diatur agar mempunyai muatan +1. Setelah dilakukan optimasi terhadap kompleks, ternyata didapatkan fakta bahwa muatan Na+ mengalami penurunan sampai pada seperempat dari muatan awalnya (gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara eter mahkota dengan kation Na+ bukan hanya disebabkan oleh interaksi Coulombik saja tetapi kemungkinan juga terjadi ikatan van der Waals yang menyebabkan pergeseran muatan negatif dari atom oksigen eter mahkota ke arah Na+.
          Salah satu upaya untuk memperbaiki pemodelan interaksi kation dengan eter mahkota adalah dengan memasukkan pengaruh pelarut. Pada umumnya eter mahkota berada pada campuran pelarut yang berbeda kepolarannya. Hal ini terutama dilakukan pada pemanfaatan eter mahkota sebagai katalis transfer fasa yang sering kali melibatkan air sebagai salah satu pelarutnya. Pengaruh pelarut terhadap kemampuan eter mahkota dalam mengikat kation seharusnya dilakukan dengan simulasi, karena harus melibatkan jumlah pelarut yang cukup banyak, biasanya lebih dari 200 molekul pelarut. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan perhitungan langsung dengan menggunakan metode semiempiris. Teknik simulasi –seperti Monte Carlo atau dinamika molekul- baru dapat dilakukan setelah kita mempunyai model matematika yang menggambarkan semua interaksi antar spesies dalam sistem tersebut, yaitu eter mahkota-pelarut, eter mahkota-ion, dan antar pelarut (Golebiouski, 2001). Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan pemodelan dengan hanya melibatkan dua molekul air yang terikat langsung pada kation yang telah berada di dalam kavitas eter mahkota, yang diberikan istilah solvasi-mikro (microsolvation) (Feller, 1997).
                                            a                                         b
                                           c                                            d
Gambar 5    Struktur solvasi-mikro kompleks  a. Na+-[15C5] dilihat dari samping, b. Na+-[15C5] dilihat dari atas, c. Na+-[Bz15C5] dilihat dari samping, d. Na+-[Bz15C5] dilihat dari atas

Tongraar dkk. (1998) dengan menggunakan teknik simulasi QM/MM (quantum mechanics/molecular mechanics) molekular dinamika mendapatkan fakta bahwa K+ lebih mudah melepaskan molekul amoniak pensolvasinya dibandingkan dengan Na+. Hal ini dijadikan dasar pemikiran dari pemodelan ini bahwah kation harus dapat melepaskan sistem solvasi pelarut sebelum masuk ke dalam kavitas eter mahkota. Hal ini dapat dipahami karena rerata jarak antara kation dengan molekul pelarut dalam sistem solvasi sebesar 2 Å sehingga akan membutuhkan kavitas eter mahkota yang sangat besar jika semua molekul pelarut pensolvasi katon ikut serta dalam kompleks eter makota-kation.
         
          Gambar 5 menunjukkan contoh dari solvasi-mikro kompleks Na+.[Bz15C5]. Dua molekul air diikatkan langsung pada ion yang berada di kavitas eter mahkota. Setelah optimasi, didapatkan bahwa posisi dua molekul air tersebut saling bersilang jika dilihat dari geometri atom-atom hidrogennya. Hal ini dapat dianalogkan dengan konformasi bersilang pada senyawa hidrokarbon pada umumnya.
 
Gambar 6 Jarak antara Na+ dengan atom O dari molekul H2O dalam solvasi-mikro Na+.[Bz15C5]

Dari gambar 6 dapat dilihat adanya perbedaan jarak antara Na-O untuk dua molekul air dengan beberapa variasi substituen Bz15C5. Perbedaan ini kemungkinan akibat adanya kemeruahan substituen yang terikat pada gugus fenil sehingga tidak memungkinkan dua molekul air berada pada jarak yang sama ke Na+ (gambar 5c). Hanya untuk 15C5 saja Na-O mempunyai jarak yang sama untuk kedua molekul air. Hal ini menunjukkan kesimetrisan yang tinggi dari kompleks Na+.[Bz15C5].2H2O yang ditandai dengan momen dipol sebesar 0,1 D. Jarak antara ion Na+ dengan atom oksigen dari molekul air pada kristal eter mahkota adalah sekitar 2,3 Å (Golberg, 1989). Data yang diperoleh dari hasil perhitungan kimia komputasi dengan metode MNDO/d ini juga memberikan hasil yang hampir sama, yaitu rata-rata 2,349 Å. Jika dibandingkan data pada gambar 7, terlihat bahwa jarak Na+-OBz15C5 (rerata = 2,279 Å) lebih pendek daripada jarak Na+-OH2O. Menurut Feller (1997) dengan semakin dekatnya molekul air terhadap kation, kompleks eter mahkota akan dapat memaksimalkan daya tarik elektrostatik tanpa harus mengubah konformasi geometrinya.
 
Gambar 7  Rerata jarak Na-O (Å) eter mahkota dalam kompleks Na+.[Bz15C5] dan Na+.[Bz15C5].2H2O

          Rerata jarak Na-O eter mahkota dapat digunakan sebagai ukuran besarnya kavitas eter mahkota. Gambar 7 memberikan infomasi bahwa penambahan molekul air akan menambah besarnya kavitas eter mahkota rata-rata sebesar 0,07 Å. Kecilnya perubahan kavitas ini berkait dengan kesesuaian antara kavitas eter mahkota dengan jejari ion Na+, sehingga penambahan 2 molekul air tidak banyak mempengaruhi geometri eter mahkota. Jika digunakan eter mahkota DBz18C6 (dibenzo-18C6) untuk mengikat Na+, jejari kavitas eter mahkota yang ditambahkan 2 molekul air sekitar 2,60Å, sedangkan yang tidak ditambahkan molekul air sekitar 2,34 Å, jadi berbeda 0,26 Å. Hal ini disebabkan oleh besarnya kavitas DBz18C6 relatif terhadap ion jejari Na+. Dari data eksperimental kristal kompleks eter 15C5 dengan natrium tiosianat diketahui bahwa jarak antara ion Na+ dengan oksigen pada eter mahkota berkisar antara 2,30 – 2,42 Å (Golberg, 1989). Kompleks eter mahkota dengan adanya penambahan molekul air memberikan hasil yang lebih mendekati data eksperimen. 
 
Gambar 8    Muatan bersih Na dalam kompleks Na+.[Bz15C5] dan Na+.[Bz15C5].2H2O


Molekul air mengandung atom oksigen yang mempunyai keelektronegatifan yang cukup besar, begitu juga dengan atom oksigen yang terdapat pada molekul Bz15C5. Muatan positif dari ion Na+ akan semakin berkurang (gambar 8) jika kompleks Na+.[Bz15C5] ditambahkan 2 molekul air sebagai model solvasi-mikro. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara kation dengan eter mahkota tidak hanya didominasi oleh ikatan Coulombik semata, tetapi juga oleh interaksi van der Waals termasuk di dalamnya dipol terinduksi. 

KESIMPULAN

1.    Substituen yang terikat pada cincin aromatis molekul eter Bz15C5 dapat mempengaruhi selektivitas molekul tersebut dalam mengikat kation logam Na+. Substituen yang mengandung gugus pemberi elektron akan meningkatkan energi interaksi eter mahkota dengan  Na+ dan sebaliknya.
2.    Dua molekul air yang terikat pada kation logam di bagian atas dan di bagian bawah kompleks Na+-eter Bz15C5 tersubstitusi dapat memodelkan konformasi kompleks kation-eter mahkota menjadi lebih baik yang ditunjukkan oleh besarnya jari-jari kavitas eter mahkota yang relatif sama dengan jari-jari kavitas yang diperoleh secara eksperimen.


Sumber : 
 Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si (Kimia Komputasi)
Anderson, W. P., Behm, Jr. P., Glennon, T. M., Zerner, M. C., 1997, Quantum Mechanics and Molecular Mechanics Studies of the Low-Energy Conformations of 9-Crown-3, J. Phys. Chem. A., 101, 1920-1926.
Baker, J., 1993, Techniques for Geometry Optimization: A Comparison of Cartesian and Natural Internal Coordinates, J. Comp. Chem., 14, 1085.
Bradshaw, J. S., Izatt R. M., 1997, Crown Ethers: The search for Selective Ion Ligating Agents, Acc. Chem. Res., 30, 338-345.
Feller, D., 1997, Ab initio Study of M+: 18-Crown-6 Microsolvation, J. Phys. Chem. A., 1001, 2723-2731.
Ford, G. P., Wang, B., 1993, New Approach to the Rapid Semiempirical Calculation of Molecular Electrostatic Potentials Based on the AM1 Wave Function: Comparison with Ab Initio HF/6-31G* Results, J. Comp. Chem., 14, 1101.
Golebiouski J., Lamore V., Martin-Costa M. T. C., Millot C., Ruiz-Lopez, M. F., 2001, Role of Electronic Polarization on the Liquid Phase Affinity of Calixarene-Crown-Ethers toward Alkali Cations, Chem. Phys., 272, 47.
Izatt, R. M., Bruening, R. L., Tarbet, B. J., Griffin, L. D., Bruening, M. L., Krakowiak, K. E., Bradshaw, J. S., 1990, Pure Appl. Chem., 62, 1115-1118.
Lamb, J. D., Izatt, R. M., Christensen, J. J., Eatough, D. J., 1979, Coordination Chemistry of Macrocyclic Compounds, Plenum, New York.
Mao, W., Li Q., Kong, F., Huang, M., 1998, Ab initio Calculations of the Electronic States of Acetyl Radical, Chem. Phys. Lett., 283, 114.