Hasil penelitian dengan menggunakan metode homologi modelling dapat dilihat pada uraian
berikut ini:
1. Inhibitor Protein Dipeptidyl Peptidase-4,
Generasi Baru Obat Antidiabetes
Sitagliptin (JANUVIATM) dan Vildagliptin (GALVUSTM) telah hadir dan memberikan harapan baru bagi penderita diabetes (diabetesi). Karena obat antidiabetes generasi baru tersebut menjadikan protein Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP4) sebagai target mekanisme aksinya, hal ini sekaligus merupakan validasi bahwa DPP4 sebagai target potensial untuk pengembangan obat diabetes baru. Sebagai pemodel molekul, keberadaan struktur kristal DPP4, baik tanpa maupun dengan inhibitor, yang dapat diakses secara gratis di http://www.pdb.org/, merupakan hal terkait yang menarik untuk ditindaklanjuti.
Gambar 3. Struktur DPP4 dengan Inhibitor Protein Dipeptidyl Peptidase-4
GALVUSTM di Indonesia yang dipasarkan oleh PT DEXA MEDICA. Sebagai
inhibitor DPP4, GALVUSTM merupakan obat kedua yang diluncurkan ke pasar, setelah JANUVIATM. Dengan menghambat DPP4, kedua obat ini menghambat degradasi hormon
inkretin yang berfungsi
mengatur dan mengontrol glukosa darah.3 Interaksi antara
senyawa analog sitagliptin dengan DPP4 sudah berhasil dikristalkan dan dipublikasikan
serta
dimanfaatkan untuk merancang obat baru oleh Biffu dan kawan-kawan. Hal ini menggembirakan sekaligus menjadi tantangan bagai para
pemodel untuk merancang obat yang lebih
baik lagi.[2]
2. Kurkumin berpotensi sebagai senyawa penuntun untuk pengembangan inhibitor DPP4
baru
Kurkumin, senyawa alami berupa pigmen kuning dalam kunyit (Curcuma longa,L.) berdasarkan studi docking ternyata berpotensi sebagai senyawa penuntun untuk pengembangan inhibitor DPP4 baru. Pendekatan docking
dengan metode default di program Molecular Operating Environment (MOE) 2007.0902
menunjukkan bahwa kurkumin menduduki tempat aktif yang sama dengan analog sitagliptin (kode pdb: 2P8S) dengan score yang relatif sama (Kurkumin: -15,64 kkal/mol; analog sitagliptin: -16,77 kkal/mol; Catatan: semakin rendah semakin stabil, semakin bagus ikatannya). Visualiasi tempat aktif di bawah ini menunjukkan bahwa analog sitagliptin memiliki 5 ikatan hidrogen dengan DPP4, yaitu dengan GLU_205-206, SER_209, ARG_358
dan TYR 662, serta interaksi pi-pi dengan TYR_662. Kurkumin
hanya memiliki
4 ikatan hidrogen, yaitu dengan GLU_206, ARG_358,
TYR_547 dan TYR_662. Hal ini menjelaskan mengapa score senyawa analog sitagliptin sedikit lebih baik dibanding kurkumin.[2]
Ganmbar 4. Visualiasi tempat aktif senyawa Curcumin menunjukkan
bahwa
analog sitagliptin memiliki 5 ikatan
hidrogen dengan DPP4
3. Penghambatan NS3/4A protease virus hepatitis C oleh senyawa -ketoacid t, BOC-L,
Glu-L,
Leu-L(difluoro)aminobutyric acid.
Hasil perkembangan beberapa agent mempunyai target specifik pada siklus kehidupan virus,
sehingga secara specifik disebut oabt-obat target terapi antiviral pada HCV (STAT-C). potensial proses
dalam penghambatan antiviral antara lain pada proses masuknya
virus kedalam sel inang, prosesing proteolitik, replikasi RNA dan penggabungan dan pelepasan virion-virion
baru. Protein non-struktural NS3 yaitu suatu domain protease yang dapat memberikan respon terhadap
prosesing polyprotein dan merupakan target potensial untuk virus. Oleh karena catalytic side sempit
dan sebagian besar permukaannya
hidrofobik maka akan sangat sulit sebagai target, beberapa komponen inhibitor protease NS3 didesain dan berhasil diuji secar preklinik seperti pada senyawa senyawa -ketoacid t, BOC-L, Glu-L, Leu-L(difluoro)aminobutyric
acid. Protease inhibitor melalui uji klinik menunjukkan penurunan
kadar substansi serum HCV RNA, ketika diberikan sebagai monoterapi atau kombinasi
dengan pegIFN-α. NS3 mengontrol domain
helicase yang mempunyai multifungsi, termasuk mengaktifkan RNA-stimulated nucleoside 5‟-triphosphate hydrolase (NTPase),
RNA berikatan dan menempel pada bagian RNA dengan extensive
secondary structure. Target
potensial adalah NTP binding site dan binding site
untuk single-strand
RNA.[10,11] Struktur kompleks dari HCV NS3 protease memotong kofaktor NS4, tampak pada bagian nonpolar senyawa inhibitor
pada „Binding Pocket P1’ . Karena keterikantan yang tidak biasa enzim
menjadi tidak aktif dan menjadi
selektif terhadap pengikatan NS3 protease. Ditemukan
bahwa rantai pada P1 inhibitor terikat pada tri-peptida α-ketoacid,
bersamaan dengan kerja difloro
aminobutytric acid di posisi P1, proses ini potensial dengan pengikantan yang lambat pada inhibitor enzim.
Gambar 5. Inhibitor α-ketoacid berikatan dengan
A. kompleks NS3/4A,
Inhibitor I α-ketoacid
t, BOC-L,Leu-L (difloro) amino butiryc acid dan Inhibitor II I α-ketoacid A-L, Ile-L (difloro)aminobutyric acid,
B. Struktur sekunder dari NS3 protease
yang membentuk kompleks
dengan kofaktor peptida
NS4A dengan inhibitor berbertuk tongkat. Inhibitor II dalam bentuk tongkat dan bola. Helix berwarna merah, sheet berwarna kuning dan arah berbaliknya berwarna biru dengan struktur inti berwarna hijau. Kedua inhibitor diberi warna ( C; hijau, O; merah, F; biru terang dan N; Ungu). N dan C termini
protein domain dimana N‟ dan C‟ menunjukkan N
dan C termini dari kofaktor peptida
NS4A.
Katalitik Ser139 juga dalam
model
tongkat dengan warna berdasarkan jenis atomnya.
C. gambar stereo dari interaksi
ikatan hydrogen dari inhibitor I dan II (biru tua) berikatan dengan NS3. Residu NS3 dengan dua inhibitor dalam bentuk
tongkat dan bola.
D. Bentuk permukaan dari NS3 dengan aktif site yang berikatan dengan inhibitor. Pada permukaan protein,residu asam diberi warna merah, residu dasarnya berwarna ungu terang, residu hidrofobik dengan warna hijau terang dan
Ser139 dengan warna biru
terang.
Keterangan :
Pada Gambar 5. Bagian B dan D menggunakan insight 97.0 dari Molecular Simulations,
Inc.,
(San Diego, CA) dan gambar C dibuat dengan BOBSCRIPT.[11]
Jika ukuran
molekul yang membatasi pencarian pendekatan secara menyeluruh, satu masalah dapat ditelaah ulang oleh modifikasi algoritma, meneliti sekumpulan struktur atau memperkenalkan tampilannya untuk membatasi jumlah conformations yang dihasilkan oleh pencarian. Laporan terakhir yang berhasil rinci perkembangan receptor modelberdasarkan
analisis 28 angiotensin converting
enzim (ACE) inhibitor.
Salah satu masalah
yang umum bagi banyak
metode yang dijelaskan adalah kebutuhan untuk
menetapkan tata ruang wilayah di mana molekul
dapat menyesuaikan dengan baik di situs aktif yang diberikan. Algoritma yang digunakan dalam meminimalkan energi , conformational dicari dan identifikasi
pharmacophore semua upaya untuk menemukan solusi optimal
dari beberapa kemungkinan masalah yang ada untuk solusi. Contoh masalah ini mencakup
berbagai masalah dalam minima-molekular
mekanik dan optimasi atas kombinasi masalah
dilihat pada pencarian conformational. Kimia pengembang perangkat lunak komputer baru saja mulai
menyelidiki penggunaan algoritma genetika sebagai pendekatan untuk menghindari masalah
ini. Algoritma genetik mencoba menggunakan aturan seleksi
alam untuk subset
computationally membutuhkannya. Algoritma genetik telah diaplikasikan ke berbagai kimia termasuk masalah studi NMR dari protein dan peptides
(optimasi dari jarak kendala)
Penemuan obat adalah masalah
yang lebih kompleks daripada itu karena di masa lalu, di bagian, ke fakta bahwa etiologi dari penyakit yang kita berusaha untuk kontrol yang lebih kompleks. Jumlah data yang dihasilkan dalam studi biasa yang dapat dengan mudah membanjiri ilmuwan yang bertanggung
jawab untuk membimbing studi. Sistem computer yang menyimpan, memanipulasi dan menampilkan struktur kimia dan yang terkait dengan adanya data penting berkembang dalam proses penelitian Peningkatan yang berkelanjutan dalam desain
dan penggabungan algoritma baru model
matematika untuk simulasi kimia menjanjikan kemajuan
lebih lanjut dalam
bidang ini.[12]
Sumber : nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/selanjutnya.pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar